Kaoru Ryunosuke, itulah namaku. Aku terbang meninggalkan Jepang 2 hari yang lalu, sangat melelahkan. Entah apa yang ada di pikiran ayahku, ia tahu benar bahwa aku sangat payah pada pelajaran bahasa asing, terutama bahasa inggris. Tapi ia malah mengajakku untuk menetap beberapa hari di luar negeri, dimana ia akan mengadakan penelitian untuk pekerjaannya. Dan di sinilah aku sekarang, di negeri yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, bahkan namanyapun baru kuketahui kemarin. Ah tidak, setidaknya aku tahu satu hal mengenai negara ini. Di negara ini ada pulaubernama Bali yang sangat indah...hahaha.. ternyata pengetahuanku lumayan luas juga.
“Kaoru-chan!! Bagaimana? Tempat yang sangat indah bukan?” ayah tersenyum riang menghampiriku.
Aku hanya merebahkan badanku di sofa. Benar ini tempat yang sangat indah.
“Kita sedang berada di pegunungan, orang-orang di sekitar sini menyebutnya Kaliurang. Nama yang unik bukan?” ayahku tetap semangat membicarakan tempat ini.
Yaah, memang nama yang unik.
“Kaoru-chan mengapa kau diam saja dari tadi? Mau ayah belikan permen?” kini ayahku mulai terlihat murung.
Yang benar saja ayah, putrimu ini sudah 14 tahun.
“Kaoru-chan..” ya ampun! Ayah mulai merajuk.
“Tuan Ryunosuke, penelitiannya sudah hampir di mulai. Apakah anda sudah mempersiapkan bahan yang akan di teliti? Kami harap sudah, karena waktu kita tidak banyak,” keta seorang wanita yang baru saja keluar dari ruangan di belakang kami.
Ayah dan wanita itu berbicara panjang lebar. Aku tahu mereka berbicara dalam bahasa inggris, meski aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi setidaknya aku tahu bahasa apa yang digunakan,hohoho.
Kenapa mereka berbicara lama sekali? Aku paling benci menunggu seperti ini, tanpa ada hal yang bisa dikerjakan. Akhirnya habis juga kesabaranku. Bermodal kemempuan berbahasa asing yang sangat minim, aku nekat untuk pergi. Toh cuma melihat-lihat daerah di sekitar villa ini saja, aku tidak akan tersesat.
Aku mulai melihat-lihat di sebelah utara villa, disana terdapat sebuah danau kecil. Kurasa itu merupakan danau buatan. Di danau tersebut terdapat sebuah jembatan yang menmbagi danau itu menjadi dua bagian. Haha, ada sebuah panggung yang berukuran sedang di seberang jembatan itu. Ada pula ayunan-ayunan dan beberapa permainan untuk anak-anak yang diselilingi beberapa pohon dan tanaman bunga di jalan setapak dekat jembatan tadi. Terlihat beberapa pasangan kekasih berada di pinggiran danau itu.
“Indahnya, udara di sini segar sekali,” aku menghirup nafas sedalam-dalamnya.
GUBRAK!
“Aaaaa!” apa yang baru saja terjadi? Ah benar, kurasa aku menyandung sesuatu tadi.
Pantatku sakit sekali, kurasa kakiku juga luka. Perih, ayah tolong aku! Yah aku memang payah. Aku ,merasa sudah dewasa. Padahal aku masih menangis saat aku terjatuh. Bakan itu karna sesalahanku sendiri.
“Kamu nggak papa?” ada suara yang terdengar di telingaku, suara yang indah dan sangat menenangkan.
Aku pasti hanya berhalusinasi. Ini sudah kebiasaanku, setiapkali aku menangis pasti aku selalu membayangkan hal-hal indah,. Mungkin suara indah yang berusan ku dengar juga salah satunya.
“Kamu nangis, kenapa to?” kini suara itu terdengar lebih nyata.
Masa bodoh dengan suara indah itu, aku masih sibuk meniup-niup luka yang kini mulai membuat lututku meringis kesakitan.
“Kamu sakit to? Mbak?” suara itu berubah menjadi sentuhan lembut yang mendarat di pundakku.
Ya Tuhan trimakasih atas kelebihanku yang satu ini, kelebihan untuk berkhayal tanpa melihat situasi. Astaga kini pundakku terasa panas. Ku putar kepalaku sedikit untuk memastikan ini hanya halusinasi, karena sentuhan di pundakku kini terasa semakin nyata.
“Kenapa mbak?” setelah ku memastikan darimanakah suara indah tadi, kini suara itu terdengar seperti harmoni yang sangat indah.
Laki-laki ini menatapku beberapa saat, lalu tersenyum. Astaga, ada apa ini? Mengapa tiba-tiba ada drum besar yang sangat berisik di dalam hatiku. Kini mereka berdentum semakin keras,semakin berisik, rasanya jantungku ini akan melompat keluar.
“Hahaha, kamu iki bukan orang sini ya? Kamu mesti nggak tahu aku ngomong apa tadi.” Kini laki-laki itu tertawa.
Astaga kurasa halusinasiku memang sudah kelewatan. Kini di sekitar pemuda itu ada banyak bunga Matahari. Loh, Matahari? Bukannya seharusnya bunga Mawar ya? Itu kan lebih romantis. Ah masa bodoh dengan bunga-bunga itu, kini mataku terpaku pada wajah indah yang tertawa renyah di hadapanku.
“Ah maap, bukannya aku ngetawain kamu kok?”
“Hah?” kalimat barusan membuat ku tersadar bahwa aku sudah menatapnya terlalu lama.
“Hahaha,,, sakit to?” suaranya seperti musim semi di Kyoto, sangat hangat dan menyenangkan.
Ya ampun, sepertinya dia menanyakan sesuatu. Aku bingung harus menjawab apa. Jangankan menjawab, apa yang dia tanyakan saja aku tidak mengerti. Ku rasa dia juga kebingungan. Kami terdian beberapa saat, suasana menjadi hening. Tetapi aku sangat menikmati keheningan ini.
“Emmm.” Laki-laki itu separti mengumamkan sesuatu, dan itu membuatku tergoda untuk melihat lagi wajah indahnya itu.
Ternyata dia juga sedang memperhatikanku. Aduh, pasti wajahku kini merah padam.